‘UZLAH | VERSTEHN #4

Cover: Verstehn #4Oleh: Tiusman Nawawy feat. Nurfalah

PENAFSIRAN AL-QUR’AN yang dilakukan oleh para Mufassirin terdahulu tak terlepas dari bahasa di dalam Al-Qur’an, sehingga mempermudah menafsirkan ayat-ayat tertentu. Semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang—menelaah mengenai bahasa manusia (Martinent, 1987:19)—memegang peranan penting dalam menafsirkan suatu kalimat dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Kata linguistik diturunkan dari kata Latin lingua (lafadz) yang berarti lidah, suara, kata-kata, tutur, logat, lafal dan bahasa (Al-Asy’ary, 1995:1 & Sudaryanto, 1985:3-4). Linguistik kerap disebut juga General Linguistics, artinya ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa umumnya (seperti: I’rab dalam Nahwu dan Tashrif dalam Shorof). Secara umum linguistik baru lahir pada abad ke-19 M. Sejarah Linguistik diawali dengan munculnya rhetorik yang berkembang di Yunani dengan Georgius sebagai tokohnya. Linguistik kemudian berkembang dalam pengertian Grammar, komparatif dan filologi (Alwasilah: 1993:22).

Menafsirkan Al-Qur’an dengan analisis linguistik merupakan model penafsiran telah mentradisi sejak Rasulullah ada, yang  secara metodologis dilakukan oleh Ibn Abbas (687 M) dan pasca abad pertama Hijriyyah muncul analisis linguistik filologis, misalnya karya Abu Ubaidah (w. 825 M), Al-Sijistani (w. 942 M) dan berpuncak pada karya Al-Zamakhsyari (w. 1144 M), yang lebih populer dengan sebutan al-Tafsir al-Kasysyaf. Menyadari hal tersebut, maka warisan tradisi filologis ini kemudian direview oleh Amin al-Khulli dengan menambahkan wawasan kontekstual dalam penafsiran (al-Tafsir al-Adabi al-Ijtima’i).

ADA BEBERAPA AYAT Al-Qur’an menyebut kata itazala sebanyak, yakni: a). QS. Al-Kahfi :16; b). QS. Al-Maryam:48-49; c). QS. Al-Mumtahanah:4; d). QS. Al-An’am:68. Keseluruhan kata bentukan itazala yang berakar dari inti kata ‘Uzlah dalam Al-Qur’an, dimaknai dan dipahami dengan satu artian yang sama, namun berbeda dan beragam sesuai relasi antara satu ayat dengan ayat lainnya.

Kata itazala berasal dari kata azala yang merupakan stulasi mujarrod, lalu ditambahkan alif serta taa. Sehingga, makna tersebut menjadi makna musyarakah atau bermakna saling. Jelaslah bahwa uzlah bukan penyucian diri dengan keluar dari kalangan kaum tertentu. Tetapi, bagaimana cara kita menyucikan diri dari masyarakat tanpa meninggalkan mereka.

Secara etimologi uzlah berarti ta’azzala ‘anisy-syai’i atau menghindar dari sesuatu. Ibn Mandzur dalam Lisanul Arob memperjelas pengertian uzlah dengan mengutip ayat al-Quran, “Fain lam tu’minu fa i’taziluni dan inlam tu’minu fala takunu ‘alayya wala ma’i.” Secara terminologi menurut al-Jurjani, uzlah adalah membebaskan diri dari masyarakat dengan cara menghindar seperti yang dikatakan dalam al-Ta’rifat. Muhammad Abdullah Darraz dalam Dustur al-Akhlaq fi al-Quran berpendapat bahwa uzlah merupakan pengasingan diri yang dilakukan oleh seseorang ke tempat sunyi.

Menurut Syekh Zarruq, orang yang ber-uzlah terbagi dalam tiga bagian. Pertama, orang yang ber-uzlah dengan hatinya saja sementara badannya tidak. Kedua, orang yang ber-uzlah badannya saja sementara hatinya tidak (ia masih terpengaruh oleh keadaan sekitarnya). Ketiga, orang yang ber-uzlah baik badan maupun hatinya. Forma uzlah yang terbaik menurut Ibnu Athaillah adalah uzlah-nya Ahlun Nihayah atau manusia yang berada pada tingkat sempurna yang masuk kelompok pertama.

Dalam kitab Mi’rajussalikin, Imam Al Gazali menyebutkan bahwa ‘Uzlah memiliki dua macam pola, yaitu: ‘Uzlah Faridah, yaitu ‘uzlah (menghindar) dari segala keburukan dan golongan buruk lainnya, dan ‘Uzlah Fadilah, yaitu ‘uzlah yang dilakukan untuk menghindari dari segala unsur berlebih-lebihan, dan hal-hal semisalnya. Dalam Ihya Ulumiddin Juz II, beliau menambahkan bahwa di antara faidah (urgensi uzlah) adalah at-tafarrugu lil ibadati walfikri wal isti’nasi bi munajatillah, tersedianya waktu untuk beribadah, bertafakkur, dan merasakan keintiman dalam bermunajat pada Allah (Al-Ghazali, 1995:221-223).

APA INDIVIDUALISME? Individualisme diartikan sebagai suatu faham yang menekankan titik kekuatan pengarahan sendiri bagi setiap individu. Logika massa, hegemoni agama-negara, dan banalitas tak bisa dipungkiri memangkas kepekaan kita terhadap berbagai pergeseran makna ‘benar’. Akan tetapi, gejala tersebut bukanlah gejala alamiah, melainkan sebagai reaksi (akibat aksi sebelumnya), karena orang tidak lagi mampu menahan gerak perubahan yang dianggap mampu mengguncang kehidupan mereka, sehingga mereka akhirnya menjadi apatis dan lebih memilih untuk mengurusi ruang privat. Ruang publik pun menjadi sepi. Mati.

Menyimak kemajuan Barat yang kering spirit, perlu diantisipasi dengan menumbuhkan pendidikan spiritual. Bagi Sufi, ajaran spiritual ini merupakan cara utama mengendalikan nafsu.  Relevansinya terhadap modernisasi, Uzlah tak diartikan sebagai ‘pengisolasian mutlak’. Karena tujuan utama uzlah adalah al fikrah bukan ibadah un-sich, sebagaimana yang disebutkan Al Sakandari dalam Hikam-nya. Berfikir (Al-Fikr) di sini bisa sebagaimana yang pernah dilakukan Nabi ketika uzlah di gua Hira’, memikirkan kondisi masyarakat-nya yang amburadul. Konsep riyadlah tujuan utamanya adalah menipiskan hati (tarqiqul qolb). Yang mana bila hati sudah tipis ia akan menjadi hati yang sensitif, responsif dan revolutif terhadap sekitarnya. Dalam keadaan ini, kita temukan relevansi Uzlah terhadap era Modern konsep-konsep seperti di atas bila dijalankan oleh kelompok elit niscaya akan sedikit banyak akan bisa memberikan solusi terhadap fenomena negatif (negative phenomenon) yang sedang berkembang.

Uzlah dalam pengertian awam indentik dengan pola keberhidupan yang anti-sosial. Kritik uzlah yang anti-sosial ini datang dari berbagai kalangan. Namun jika diperhatikan secara seksama seluruh kritik yang diberikan tersebut pada prinsipnya tidaklah mencegah ataupun mengutuk orang-orang yang berketetapan hati untuk melakukan uzlah. Yang dikritik adalah orang-orang yang terlalu berlebihan melaksanakannya, sehingga ia lupa pada tanggung jawabnya di tengah-tengah masyarakat.

Mereka yang mengkritik uzlah yang berlebihan (ghalath) berpendapat bahwa setiap pribadi muslim di samping bertanggung jawab pada dirinya juga diharapkan mampu berkiprah dan mempunyai andil atas kesejahteraan, keselamatan, dan keamanan saudaranya sesama muslim. Imam Syafi’i dengan sangat lantang mengatakan bahwa, “Isolasi diri dari manusia bisa menimbulkan permusuhan, sedangkan membuka dirinya mereka bisa mendatangkan keburukan. Maka tempatkanlah dirimu di antara keduanya. Siapa yang mencari alternatif selain ini, maka ia adalah orang yang tidak tepat, yang hanya mau tahu dengan dirinya dan tidak mau tahu dengan permasalahan yang menimpa orang lain.”

Individualisme, uzlah, sama-sama anti-sosial. Tapi ‘anti’ bukan berarti membenci lantas lari. ‘Anti’ di sini berarti membatasi jarak diri dengan sesuatu yang ‘mengganggu konsentrasi’, untuk merenung, berfikir, mereformulasi, kemudian merekonstruksi. Bukankah sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya?[]

REFERENSI:

Alwasilah, A. Chaedar. Beberapa Mazhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa, 1993.

Al-Baqi, Muhammad Fu’ad Abd. Mu’jam al-Mufahas li Alfaz AlQur’an al-Karim. Beirut.  Dar al-Fikr. Tt.

M.H. Bakaila. Arabic Linguistik: An Introduction and Bibliography. London: Marshell Publisher Limited, tt.

Manzur, Ibn. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sadir, 1990.

Martinent, Andre. Ilmu Bahasa: Pengantar (terj. Rahayu), Yogyakarta: Kanisius, 1987.

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahis fi ‘Ulum Al-Qur’an. Kuwait: Dar al-Kutub al-Arabi.

R.R.K. Hartman and F.C. Stork. Dictionary of Language and Linguistic. London: Applied Science Publishers Ltd, 1972.

Al-Sabag, Muhammad bin Lutfi. Lamhat fi ‘Ulum AlQur’an wa al-Tijahat al-Tafsir. Beirut: Maktabah al-Islami, 1996.

Sudaryanto. Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985.

Aqil, Ibnu. Syarah Alfiyyah. Beirut : Dar Al-Fikr, 2005.

Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin II. Beirut. Dar Al-Fikr. 1995.

Al-Asy’ariy. Jurumiyyah. Beirut. 1995.

http://majalahmisykat.blogspot.com/2009/12/tasawuf-yang-mengkritik-dan.html

http://indrayogi.multiply.com/reviews/item/100

http://www.alfalah.or.id/publisher/52-download-Islamic-eBooks-Jalan-Sufi–a-Road-to-Allah-Imam-Al-Gazali—Keharusan-%27Uzlah-dan-Khalwah.html

http://tasawuf.blog.com/2010/07/kritik-dan-relevansi-uzlah-di-zaman-modern/

Leave a comment